Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi
Syariah
Menimbang :
a.
Bahwa dalam menyongsong
masa depan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan
ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak
dini.
b.
Bahwa salah satu upaya
untuk memenuhi kebutuhan data tersebut dapat di lakukan melalui asuransi.
c.
Bahwa bagi mayoritas umat
Islam Indonesia, asuransi merupakan persoalan baru yang masih banyak
dipertanyakan; apakah status hukum dan cara aktivitasnya sejalan dengan
prinsip-prinsip syariah.
d.
Bahwa oleh karena itu,
untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab pertanyaan masyarakat, Dewan Syariah
Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang asuransi syariah yang
berdasarkan prinsip syariah untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukannya.
Menimbang :
1.
Firman Allah tentang
perintah mempersiapkan hari depan: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di
perbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr (59)
ayat 18).
2.
Firman Allah tentang
prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan,
antara lain:
1)
Hai orang-orang yang
beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali
yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan
berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.(QS. Al-Ma’idah (5) ayat 1).
2)
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perrbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. (QS. Al-Ma’idah (5) ayat 90).
3)
Dan Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah (2) ayat 275).
4)
Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah (2) ayat 278).
5)
Maka jika kamu tidak
mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya
akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu
pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak oula dianiaya. (QS. Al-Baqarah
(2) ayat 279).
6)
Dan jika (orang yang
berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh samapi dia berkelapangan.
Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui. (QS. Al-Baqarah (2) ayat 279).
7)
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu denagan jalan yang
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. (QS. An-Nisa’(4) ayat 29).
3.
Firman Allah tentang untuk
saling tolong-menolong dalam perbuatan positif, anatara lain; Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya. (QS.Al-Ma’idah (5) ayat 2).
4.
Hadis-hadis Nabi saw.
tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain:
1)
Barang siapa melepaskan
dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan
darinya pada hari kiamat; dan Allah senatiasa menolong hamba-Nya selama ia
(suka) menolong saudaranya. ( HR. Muslim dari Abu Hurairah)
2)
Perumpamaan orang yang
beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang
satu); jikalau satu bagian menderitaa sakit maka bagian lain akan turut
menderita. (HR. Muslim dari An-Nu’am bin Basyir)
3)
Seorang mukmin dengan
mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang
lain. (HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari)
4)
Kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkanyang
halal atau menghalalkan yang haram. (HR. At-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘auf).
5)
Setiap amalan itu hanyalah
tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang
di niatkan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Umar binAl-Khattab).
6)
Rasulullah saw. melarang
jual beli yang mengandung gharar. (HR. Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu
Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
7)
Orang yang terbaik di antara
kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya. (HR.
Al-Bukhari).
8)
Tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (HR. Ibnu Majah dari
‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik dari Yahya).
5.
Kaidah Fikih yang
menegaskan :
1)
Pada dasarnya, semua bentuk
muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
2)
Segala mudharat harus
dihindarkan sedapat mungkin.
3)
Segala mudharat (bahaya)
harus dihilangkan.
6.
Memperhatikan :
1)
Hasil Lokakarya Asuransi
Syariah DSN-MUI tanggal 13-14 Rabiuts Tsani 1422 H/4-5 Juli 2001 M.
2)
Pendapat dan sarana peserta
Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada Senin, tanggal 15 Muharram 1422 H/09
April 2001.
3)
Pendapat dan saran peserta
Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada 25 Jumadil Awwal 1422 H/15 Agustus 2001
dan 29 Rajab 1422 H/17 Oktober 2001.
Dewan Syariah Nasional
Menetapkan: Fatwa tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
1.
Pertama : Ketentuan Umum
1)
Asuransi syariah (ta’min,
takaful, atau tadhamun) dalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’
yang memberikan polapengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2)
Akad yang sesuai dengan syariah
yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan),
maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram,
dan maksiat.
3)
Akad tijarah adalah semua
bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil.
4)
Akad tabarru’ adalah semua
bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan
semata untuk tujuan komersil.
5)
Premi adalah kewajiban
peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi
sesuai kesepakatan dalam akad.
6)
Klaim adalah hak peserta
asuransi yang wajib diberikan diberikan oleh perusahaan asuransu sesuai
kesepakatan dalam akad.
2. Kedua : Akad dalam asuransi
1)
Akad yang dilakukan antara
peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan akad tabarru’.
2)
Akad tijarah yang dimaksud
dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah
3)
Dalam akad,
sekurang-kurangnya harus disebutkan :
a)
Hak dan kewajiban peserta
dan perusahaan.
b)
Cara dan watu pembayaran
premi.
c)
Jenis akad tijarah dan akad
tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang
diakadkan.
3. Ketiga : Kedudukan para pihak dalam akad tijarah dan tabarru’
1)
Dalam akad tijarah
(mudharabah)perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta
bertindak sebagai shahibul maal (pemegang polis).
2)
Dalam akad tabarru’
(hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta
lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola
dana hibah.
4. Keempat : Ketentuan dalam akad tijarah dan tabarru’
1)
Jenis akad tijarah dapat
diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepas haknya sehingga
mengugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2)
Jenis akad tabarru’ tidak
dapat diubah menjadi akad tijarah.
5. Kelima : Jenis asuransi dan akadnya
1)
Dipandang dari segi jenis
asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
2)
Sedangkan akad bagi kedua
jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
6. Kekenam : Premi
1)
Pembayaran premi didasarkan
atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’.
2)
Untuk menentukan besarnya
premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel
mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan,
dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.
3)
Premi yang berasal dari
akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagihasilkan
kepada peserta.
4)
Premi yang berasal dari
akad tabarru’ dapat diinvestasikan.
7. Ketujuh : Klaim
1)
Klaim dibayarkan
berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
2)
Klaim dapat berbeda dalam
jumlah, sesuai premi yang dibayarkan.
3)
Klaim atas akad tijarah
sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk
memenuhinya.
4)
Klaim atas akad tabarru’
merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang
disepakati dalam akad.
8. Kedelapan : Investasi
1)
Perusahaan selaku pemegang
amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
2)
Investasi wajib dilakukan
sesuai dengan syariah.
9. Kesembilan : Reasuransi
Asuransi syariah
hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan
prinsip syariah.
10. Kesepuluh : Pengelolaan
1)
Pengelolaan asuransi
syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai
pemegang amanah.
2)
Perusahaan asuransi syariah
memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad
tijarah (mudharabah).
3)
Perusahaan asuransi syariah
memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
11. Kesebelas : Ketentuan tambahan
1)
Implementasi dari fatwa ini
harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.
2)
Jika salah satu pihak tidak
menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
3)
Fatwa ini berlaku sejak
tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 17 Oktober 2001
0 komentar:
Posting Komentar