This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 18 Maret 2013

OJK wajibkan Unit Usaha Syari'ah Spin Off


JAKARTA – Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mencatat ada 46 perusahaan asuransi syariah dan reasuransi syariah sampai dengan kuartal tiga 2012 dimana 87% diantaranya masih berstatus unit usaha.
Dari 46 perusahaan tersebut unit syariah di asuransi umum paling mendominasi sebanyak 20 unit syariah. Disusul asuransi jiwa 17 unit, 3 unit usaha reasuransi syariah, 4 perusahaan asuransi jiwa syariah, dan 2 perusahaan asuransi umum syariah.
Melihat hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kedepannya akan mewajibkan untuk seluruh perusahaan melakukan spin off atau mendirikan perusahaan sendiri untuk asuransi syariah.
Namun dalam peraturannya nanti, kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan OJK Firdaus Djaelani tidak akan terlalu ketat.
Waktu 3 tahun sejak berlakunya peraturan bila dirasa tidak cukup akan dihitung dan ada kemungkinan tidak dipaksakan sampai unit syariah dalam perusahaan tersebut sudah mempunyai aset 50% dari asuransi konvensional.
“Saya cenderung kalau bisa tidak usah dipaksakan, tapi kalau sudah 50% asetnya dari asuransi umum maka itu diwajibkan,” ujarnya usai menghadiri seminar ekonomi syariah di Wisma Antara, Kamis (28/2).
Menurutnya bila unit syariah dalam perusahaan asuransi masih kecil tidak menjadi persoalan bila dalam jangka waktu tertentu tidak diwajibkan spin off karena masih mengejar penjualan produk sebanyak-banyaknya.
Menanggapi rencana tersebut, Ketua AASI M. Shaifie Zein menilai itu solusi yang bagus untuk asuransi syariah kedepannya karena memang memisahkan perusahaan adalah bukan pekerjaan mudah.
Di industri keuangan lain, tuturnya justru ada yang gagal setelah melakukan spin off karena modal tidak kuat dan ketidaksiaan perusahaan tersebut.
“Kami tidak mau industri asuransi syariah nantinya bernasib seperti itu. Tapi kalau asetnya sudah 50% dari konvensional, berarti ada dalam posisi stabil untuk mengembangkan diri sendiri,” papar Saifie.
Meski begitu opsi waktu juga harus diperhitungkan untuk menjaga semangat para pemegang saham untuk mengembangkan asuransi syariah lebih baik. Sehingga diharapkan selain dari sisi aset juga ada jangka waktu yang ditentukan oleh regulator.(faa)

http://news.imtelkom.ac.id/wp-content/plugins/wp-o-matic/cache/09a8607850_p-89EKCgBk8MZdE.gif
Sumber: http://news.imtelkom.ac.id/ojk-wajibkan-unit-asuransi-syariah-spin-off/

Jumat, 15 Maret 2013

Indonesia Tetap Jadi Pemain Besar Asuransi Syariah

Muhammad Syakir Sula
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Indonesia diyakini akan menjadi bagian tren perkembangan asuransi syariah global dalam beberapa tahun ke depan. Dengan adanya ketentuan pemenuhan modal minimum yang semakin besar dan pertumbuhan industri keuangan syariah lainnya seperti perbankan membuat Indonesia akan menjadi pemain asuransi syariah terkemuka di Asia Tenggara.

''Dengan modal yang kecil beberapa tahun lalu pertumbuhan asuransi syariah Indonesia sudah menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Dengan adanya ketentuan modal minimum di akhir tahun ini, pasti pertumbuhannya akan lebih dari 35 persen. Dalam 2-3 tahun ke depan paling tidak pertumbuhan dapat mencapai sekitar 50 persen,'' kata Ketua Umum Islamic Insurance Society, Muhammad Syakir Sula, disela Insurance Goes To Campus bertema Peran Asuransi dalam Era Globalisasi di Auditorium UIN Syarif Hidayatullah, Kamis (20/5).

Perkembangan perbankan syariah saat inipun yang telah diramaikan oleh sembilan Bank Umum Syariah, lanjut dia, harus dapat diikuti oleh asuransi syariah. Mengutip The World Takaful Report 2010, Syakir menuturkan, premi industri asuransi syariah global tahun ini diprediksi akan mencapai 8,9 miliar dolar AS. ''Perkembangan signifikan tersebut karena faktor Indonesia dan Uni Emirat Arab,'' ujarnya.

Indonesia mencatat pertumbuhan rata-rata asuransi syariah sebesar 35 persen, sementara UEA 135 persen. ''Namun kalau Uni emirat arab yang besar kan karena asuransi kerugian, sementara jiwanya sedikit. Indonesia yang penduduknya berjumlah banyak akan berkembang pesat,'' jelasnya.
Sumber : REPUBLIKA

















Kamis, 14 Maret 2013

Prinsip-prinsip Operasional Asuransi Syari’ah

     Prinsip utama  dalam asuransi  syari’ah  adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa  (tolong –menolong  kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa)  dan al-ta’min (rasa aman).  Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lainnya saling menjamin dan menanggung resiko.  Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi tafakul adalah akad takafuli (saling menanggung),  bukan akad  tabaduli  (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional,  yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.
     Para pakar ekonomi Islam mengemukakan bahwa  asuransi syari’ah atau asuransi tafakul ditegakkan atas tiga prinsip utama, yaitu:
   1). Saling bertanggung jawab, yang berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk membantu dan menolong  peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian dengan ikhlas, karena memikul tanggung jawab dengan niat akhlas adalah ibadah. 
              Rasa tanggung jawab terhadap sesama merupakan kewajiban setiap muslim.  Rasa tanggung jawab ini tentu lahir dari sifat saling menyayangi, mencintai, saling membantu dan merasa mementingkan kebersamaan untuk mendapatkan kemakmuran bersama dalam mewujudkan masyarakat yang beriman, bertakwa dan harmonis.
              Dengan prinsip ini, maka asuransi tafakul merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW dalam As-Sunnah tentang kewajiban untuk tidak memerhatikan kepentingan diri sendiri semata tetapi juga mesti mementingkan orang lain atau masyarakat.
2). Saling bekerjasama atau saling membantu, yang berarti di antara peserta asuransi tafakul yang satu dengan yang lainnya saling bekerja sama dan saling tolong menolong dalam mengatasi kesulitan yang dialami karena sebab  musibah yang diderita.  Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Maidah ayat 2 :

Artinya :”... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

   Dengan prinsip ini maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an dan Rasulullah SAW  dalam As-Sunnah tentang kewajiban hidap bersama dan saling menolong di antara sesama unat manusia.
3). Saling melindungi penderitaan satu sama lain, yang berarti bahwa para peserta asuransi takaful  akan berperan sebagai pelindung bagi musibah yang di deritanya.  Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Quraisy (106) ayat 4:

Artinya :”Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan  mengamankan mereka dari ketakutan.”

Dengan begitu maka asuransi takaful merealisir perintah Allah SWT tentang kewajiban saling melindungi di antara sesama warga masyarakat.
     Karnaen A. Perwataatmadja mengemukakan prinsip-prinsip asuransi takaful yang sama, namun beliau menambahkan satu prinsip dari prinsip yang telah ada yakni prinsip menghindari unsur-unsur ghararmaisir dan riba.  Sehingga terdapat 4 prinsip asuransi syariah yaitu:
1.Saling bertanggung jawab;
2.Saling bekerja sama atau saling membantu;
3.Saling melindungi penderitaan satu sama lain, dan
4.Menghindari unsur gharar, maisir dan riba.[1]
     Terdapat beberapa solusi untuk menyiasati agar bentuk usaha asuransi dapat terhindar dari unsur gharar, maisir dan riba.
1.Gharar  (uncertainty) atau ketidakpastian ada dua bentuk:
a. Bentuk akad syari’ah yang melandasi penutupan polis.  Secara konvensional,  kontrak dan perjanjian dalam asuransi jiwa dapat dikatagorikan sebagai akad tabaduli atau akad pertukaran yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang  pertanggungan. Secara harfiah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang dibayarkan dan berapa yang diterima.  Keadaan ini menjadi rancu (gharar)  karena kita tahu berapa yang akan diterima  (sejumlah uang pertanggungan), tetapi tiadak tahu berapa yang akan dibayarkan (sejumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal.  Dalam konsep syari’ah keadaan ini akan lain karena akad yang digunakan adalah akad takafuli atau tolong menolong dan saling menjamin di mana semua peserta asuransi menjadi penolong dan penjamin satu sama lainnya.
b. Sumber dana pembayaran klaim dan keabsahan syar’i penerima uang  klaim itu  sendiri. Dalam konsep asuransi konvensional,  peserta tidak mengetahui dari dana pertanggungan ysng diberikan perusahaan asuransi berasal.  Peserta hanya tahu jumlah pembayaran klaim yang akan diterimanya.  Dalam konsep takaful, setiap pembayaran premi sejak awal akan dibagi dua, masuk ke rekening pemegang polis dan satu lagi di masukkan ke rekening khusus peserta yang harus di niatkan tabarru’  atau derma untuk membantu saudaranya yang lain. Dengan kata lain, dana klaim dalam konsep takaful diambil dari dana tabarru’ yang merupakan kumpulan dana shadaqah yang di berikan oleh para peserta.
2.      Maisir (gambling) artinya ada salah satu pihak yang untung namun di pihak lain justru mengalami kerugian.  Unsur ini dalam asuransi konvensional terlihat apabila selama masa perjanjian peserta tidak mengalami musibah atau kecelakaan, maka peserta tidak berhak mendapatkan apa-apa termasuk premi yang disetornya.  Sedangkan, keuntungan diperoleh ketika peserta yang belum lama menjadi anggota (jumlah premi yang disetor sedikit)  menerima dana pembayaran klaim yang jauh lebih besar.
Dalam konsep takaful,  apabila peserta tidak mengalami kecelakaan atau musibah selama menjadi peserta,  maka ia tetap berhak mendapatkan premi yang disetor kecuali dana yang di masukkan ke dalam dana tabarru’.
3.      Unsur riba tercermin dalam cara perusahaan asuransi konvensional  melakukan usaha  dan investasi di mana meminjamkan dana premi yang terkumpul atas dasar bunga.   Dalam konsep takaful dana premi yang terkumpul diinvestasikan dengan prinsip bagi hasil, terutama mudharabah  dan  musyarakah.[2]


     [1] Muhammad Syafi’i Antonio, Prinsip Dasar Operasi Asuransi Takaful dalam Arbitrase Islam di Indonesia (Jakarta : Badan Arbitrase Muamalat indonesia,1994), hal. 148.
     [2] Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum ....,hal. 150. 


Kamis, 07 Maret 2013

fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001


Fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

Menimbang :
a.       Bahwa dalam menyongsong masa depan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya resiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.
b.      Bahwa salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan data tersebut dapat di lakukan melalui asuransi.
c.       Bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, asuransi merupakan persoalan baru yang masih banyak dipertanyakan; apakah status hukum dan cara aktivitasnya sejalan dengan prinsip-prinsip syariah.
d.      Bahwa oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan dan menjawab pertanyaan masyarakat, Dewan Syariah Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang asuransi syariah yang berdasarkan prinsip syariah untuk dijadikan pedoman oleh pihak-pihak yang memerlukannya.
Menimbang :
1.       Firman Allah tentang perintah mempersiapkan hari depan: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah di perbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr (59) ayat 18).
2.       Firman Allah tentang prinsip-prinsip bermuamalah, baik yang harus dilaksanakan maupun dihindarkan, antara lain:
1)      Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.(QS. Al-Ma’idah (5) ayat 1).
2)      Hai orang-orang  yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perrbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS. Al-Ma’idah (5) ayat 90).
3)      Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah (2) ayat 275).
4)      Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah (2) ayat 278).
5)      Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak oula dianiaya. (QS. Al-Baqarah (2) ayat 279).
6)      Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh samapi dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah (2) ayat 279).
7)      Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu denagan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (QS. An-Nisa’(4) ayat 29).
3.       Firman Allah tentang untuk saling tolong-menolong dalam perbuatan positif, anatara lain; Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya. (QS.Al-Ma’idah (5) ayat 2).
4.       Hadis-hadis Nabi saw. tentang beberapa prinsip bermuamalah, antara lain:
1)      Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat; dan Allah senatiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya. ( HR. Muslim dari Abu Hurairah)
2)      Perumpamaan orang yang beriman dalam kasih sayang, saling mengasihi dan mencintai bagaikan tubuh (yang satu); jikalau satu bagian menderitaa sakit maka bagian lain akan turut menderita. (HR. Muslim dari An-Nu’am bin Basyir)
3)      Seorang mukmin dengan mukmin yang lain ibarat sebuah bangunan, satu bagian menguatkan bagian yang lain. (HR. Muslim dari Abu Musa Al-Asy’ari)
4)      Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang mereka buat kecuali syarat yang mengharamkanyang halal atau menghalalkan yang haram. (HR. At-Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘auf).
5)      Setiap amalan itu hanyalah tergantung niatnya. Dan seseorang akan mendapat ganjaran sesuai dengan apa yang di niatkan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Umar binAl-Khattab).
6)      Rasulullah saw. melarang jual beli yang mengandung gharar. (HR. Muslim, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Abu Dawud, dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah).
7)      Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang paling baik dalam pembayaran hutangnya. (HR. Al-Bukhari).
8)      Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain. (HR. Ibnu Majah dari ‘Ubadah bin Shamit, riwayat Ahmad dari Ibnu ‘Abbas dan Malik dari Yahya).
5.       Kaidah Fikih yang menegaskan :
1)      Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
2)      Segala mudharat harus dihindarkan sedapat mungkin.
3)      Segala mudharat (bahaya) harus dihilangkan.
6.       Memperhatikan :
1)      Hasil Lokakarya Asuransi Syariah DSN-MUI tanggal 13-14 Rabiuts Tsani 1422 H/4-5 Juli 2001 M.
2)      Pendapat dan sarana peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada Senin, tanggal 15 Muharram 1422 H/09 April 2001.
3)      Pendapat dan saran peserta Rapat Pleno Dewan Syariah Nasional pada 25 Jumadil Awwal 1422 H/15 Agustus 2001 dan 29 Rajab 1422 H/17 Oktober 2001.
Dewan Syariah Nasional Menetapkan: Fatwa tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
1.       Pertama : Ketentuan Umum
1)      Asuransi syariah (ta’min, takaful, atau tadhamun) dalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan polapengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
2)      Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin (1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan maksiat.
3)      Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersil.
4)      Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersil.
5)      Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai kesepakatan dalam akad.
6)      Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan diberikan oleh perusahaan asuransu sesuai kesepakatan dalam akad.
2.       Kedua : Akad dalam asuransi
1)      Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas akad tijarah dan akad tabarru’.
2)      Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah. Sedangkan akad tabarru’ adalah hibah
3)      Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan :
a)      Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan.
b)      Cara dan watu pembayaran premi.
c)       Jenis akad tijarah dan akad tabarru’ serta syarat-syarat yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
3.       Ketiga : Kedudukan para pihak dalam akad tijarah dan tabarru’
1)      Dalam akad tijarah (mudharabah)perusahaan bertindak sebagai mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul maal (pemegang polis).
2)      Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah.
4.       Keempat : Ketentuan dalam akad tijarah dan tabarru’
1)      Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang tertahan haknya,  dengan rela melepas haknya sehingga mengugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2)      Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi akad tijarah.
5.       Kelima : Jenis asuransi dan akadnya
1)      Dipandang dari segi jenis asuransi itu terdiri atas asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
2)      Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah mudharabah dan hibah.
6.       Kekenam : Premi
1)      Pembayaran premi didasarkan atas jenis akad tijarah dan jenis akad tabarru’.
2)      Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi syariah dapat menggunakan rujukan, misalnya tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.
3)      Premi yang berasal dari akad mudharabah dapat diinvestasikan dan hasil investasinya dibagihasilkan kepada peserta.
4)      Premi yang berasal dari akad tabarru’ dapat diinvestasikan.
7.       Ketujuh : Klaim
1)      Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.
2)      Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai premi yang dibayarkan.
3)      Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
4)      Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad.
8.       Kedelapan : Investasi
1)      Perusahaan selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana yang terkumpul.
2)      Investasi wajib dilakukan sesuai dengan syariah.
9.       Kesembilan : Reasuransi
Asuransi syariah hanya dapat melakukan reasuransi kepada perusahaan reasuransi yang berlandaskan prinsip syariah.
10.   Kesepuluh : Pengelolaan
1)      Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2)      Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad tijarah (mudharabah).
3)      Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee) dari pengelolaan dana akad tabarru’ (hibah).
11.   Kesebelas : Ketentuan tambahan
1)      Implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan dan diawasi oleh DPS.
2)      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrase syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
3)      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika dikemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 17 Oktober 2001

Minggu, 03 Maret 2013

Tips Memilih Unit Link


Tips Memilih Unit Link
Teliti terlebih dahulu sebelum memilih produk investasi unit link. Jika Anda tak teliti, alih-alih mendapat keuntungan, Anda bisa rugi karena tidak teliti dan tidak paham. Di sisi lain jika Anda berinvestasi unit link di tempat yang tepat, Anda bisa memperoleh keuntungan investasi (gain) yang sangat memuaskan.
Untuk menghindari kerugian di kemudian hari dan mendapatkan hasil investasi yang optimal, ada beberapa tips yang bisa membantu Anda:
1.    Data Perusahaan
Awali dengan mengumpulkan data perusahaan asuransi yang menjual produk unit link di Indonesia. Lalu cari informasi sebanyak-banyaknya tentang produk ini dan latar belakang perusahaan.

2.    Pilih perusahaan yang sehat
Setelah mengumpulkan data dan informasi perusahaan asuransi unit link, jatuhkan pilihan Anda pada perusahaan yang sehat. Semua bisa dilihat lewat laporan keuangannya.

3.    Cari tahu penempatan investasinya
Sebelum menentukan satu jenis unit link pada satu perusahaan, ada baiknya Anda mengetahui tentang penempatan investasi yang ditetapkan perusahaan, baik pada obligasi, saham unggulan, dan sebagainya.

4.    Carilah agen pemasaran unit link yang profesional dan menguasai produk
Ingin aman, hindari transaksi dengan para agen asuransi yang tidak aktif dan tidak profesional. Hal ini bisa Anda ketahui dari kartu identitas (bersertifikasi atau tidak) , hasil kerja (prestasinya), atau bisa menghubungi perusahaan tempat mereka bekerja.

5.    Pelajari ilustrasi
Pelajari dan pahami ilustrasi produk unit link yang ditawarkan dari seorang agen (tenaga pemasaran) perusahaan asuransi jiwa.

6.    Pelajari manfaat
Pelajari manfaat produk unit link dan ketentuan-ketentuan polis yang ditetapkan pada beberapa perusahaan asuransi.

7.    Perhatikan biaya
Perhatikan besarnya biaya yang dibebankan pada produk tersebut seperti biaya administrasi bulanan, biaya transaksi, biaya premi, dan lain-lain. Kadang ada ilustrasi asuransi yang tidak mencantumkan biaya-biaya ini. Tanyakanlah kepada agen penjual asuransi Anda.

8.    Sesuaikan dengan kondisi keuangan Anda
Sesuaikan dengan kondisi keuangan Anda apakah sumber pendapatan dapat dianggarkan untuk memenuhi kewajiban membayar premi
Sumber: http://asuransitakaful.net/tips-memilih-asuransi/tips-memilih-unitlink/